Asal Usul Bekonang

Di wilayah Kabupaten Sukoharjo bagian timur laut, atau tepatnya di Kecamatan Mojolaban, terdapat sebuah daerah yang sampai kini sangat ramai dan menjadi sentral bisnis di Mojolaban khususnya dan Sukoharjo pada umumnya, daerah itu terkenal dengan nama Bekonang. Daerah Bekonang yang kita kenal sekarang ini, diperkirakan sudah ada jauh sebelum kota Sukoharjo sendiri berdiri, bahkan terjadi pada masa yang  lebih kuno lagi, yakni, saat masa-masa akhir Majapahit dan awal berdirinya Kerajaan Islam Demak Bintoro.

Berdirinya Desa dan sekarang berkembang menjadi kota Bekonang, tidak lepas dari figur atau sosok Kiai Konang yang melegenda dan kuburannya pun kini masih ada di dekat pasar yang pernah dirintisnya, dan masih sering didatangi orang untuk berjiarah.

Dikisahkan pada zaman dahulu ada seorang pengembara yang diduga berasal dari Majapahit. Meskipun pengembara itu hanya mengenakan pakaian biasa, namun pada akhirnya orang akan tahu, dia bukan pengembara biasa. Segala tindak-tanduk, perkataan, dan kewibawaannya terpancar jelas dalam pribadinya yang suka menolong, dan wataknya yang rendah hati.

Pengembara itu bernama Kiai Konang, sebuah nama yang diduga hanya  nama samaran saja yang mencerminkan niat pengembara dari Majapahit untuk hidu layaknya binatang Konang yang meskipun kecil namun dapat mamberi penerangan di tengah kegelapan. Kiai Konang tinggal di sebelah timur Bengawan Solo, sebuah daerah yang dia yakini cukup aman karena jauh dari pusat kekuasaan Demak, dan juga Majapahit.

Di tempat yang baru ini Kiai Konang bertekad meninggalkan segala urusan polotik kerajaan yang bagi dirinya amat melukai perasaannya.
Kiai Konang tak ingin mengulang lagi sejarah. Dia sudah bertekad untuk mengabdikan dan mendarma baktikan segala kelebihan yang dimilikinya untuk menolong penderitaan sesamanya.

Kiai Konang hidup membaur di tengah warga desa sebagai seorang petani. Pengetahuannya yangg luas sebagai bekas pembesar kerajaan, dipergunakan untuk membimbing warga desa untuk bertani secar benar agar hasil panen bisa maksimal. Kiai Konang juga mengajak warga desa untuk membuat saluran irigasi yang baik agar tanaman padi tidak pernah kekurangan air.

Di samping itu, Kiai Konang juga tak pernah bosan mengajak warga untuk giat beternak unggas, separti ayam, dan bebek, dan juga beternak hewan-hewan ternak. Berkat keteladanan dan dorongan yang terus-menerus akhirnya warga desa pun kini bisa merasakan manfaatnya memenuhi segala anjuran Kiai Konang. Warga desa di sebelah Timur Bengawan Solo itu pun akhirnya hidup makmur.

Kiai Konang pun amat puas melihat hasil yang dicapai oleh warga desa. Selanjutnya agar warga desa bisa hidupsejahtera dan makmur lagi, Kiai Konang memunculkan gagasan baru lagi, yaitu merintis pembuatan sebuah pasar. Warga desa yang sudah merasakan bahwa segala gagasan yang dikemukakan senantiasa bermanfaat bagi orang banyak, segera menyambut baik usulan Kiai Konang.

 Pasar desa yang semula hanya keciltempat untuk saling menukar, menjual, dan membeli barmacam-macam hasil bumi dan ternak khususnya bagi warga desa di sebalah timur Bengawan Solo itu, akhirnya berkembag pesat. Kini tidak hanya warga desa sekitarpesar saja yang berjualan di pasar itu, tetapi banyak pula berasal dari desa-desa lain. Desa di sebelah timur Bengawan Solo itu pun menjadi sangat ramai.

 Keramaian desa di sebelah timur Bengawan Solo itu pada akhirnya tidak hanya menarik kaum pedagang saja, tetapi orang-orang yang bermaksud jahat. Para jagoan desa dari berbagai tempat ikut pula meramaikan suasana pasar itu untuk memeras para pedagang, bahkan tak sedikit pula para saudagar pasar yang datang ke pasar itu dari tempat jauh akhirnya dihadang di jalan dan dirampok. Kejahatan pun merajalela, tak hanya membuat takut para pedagang itu tetapi warga desa.

 Tak tahan menghadapi situasi pasar desa yang semakin tidak aman, akhirnya warga desa mengadukannya kepada Koai Konang. Bekas pembesar dan senopati Majapahit itupun sesaat menjadi bimbang, antara menolong warga desayang berarti akan memperlihatkan sebagian dari jati dirinya atau mendiamkan sajakesulitan warga dengan alasan tidak mempunyai kesaktian untuk melawan para jagoan yang mengacau pasar.

 “Baik, aku sendiri yang akan membereskan mereka!” akhirnya Koai Konang pun memutuskan untuk menolong warga desa walau resikonya jati dirinya akan dikenali orang.

 Tanpa membuang waktu, Kiai Konang pun segera menuju ke pasar untuk menghadapi para jagoan dari berbagai desa itu.

 “Janganlah kalian mengganggu para pedagang dan warga desa yang mencoba mengadu nasib di pasar ini. Pasar ini dalam tanggung jawabku” kata Kiai Konang mencoba mengingatkan mereka.

 “Ha…Ha…Ha…Lihat kawan-kawan! Siapa orang yang berdiri di depan kita. Ada seoarang pengembar yang berlagak mau jadi pahlawan…” para jagoag desa itu pun tertawa tebahak-bahak meremehkan Kiai Konang.

 “Aku peringatkan kalian sekali lagi. Jangan ganggu pasar ini…!” tiba-tiba ada lagi sosok Kiai Konang di belakang gerombolan jagoan desa itu.

 “Cepat kalian tinggalkan pasar ini sebelum habis kesabarannku…!” berkata sosok Kiai Konang yang lain lagi.

  Puluhan sosok Kiai Konang dengan wajah penuh kemarahan nampak mengepung gerombolan jagoan desa yang biasa mengacau pasar. Para jagoan desa yang berani karena mengandalkan jumlah banyak akhirnya menjadi ciut nyalinya ketika melihat kesaktian Kiai Konang yang bisa merubah diri menjadi banyak. Mereka sadar tengah berhadapan dengan seorang yang sakti. Maka tak ingin celaka, para jagoan desa itu pun lari tunggang-langgang meninggalkan pasar mencri selamat.

 Para pedagang pasar dan warga desa yang melihat kejadian itu bukan main haeran dan kagumnya kepada Kiai Konang. Warga desa memang sudah menduga kalau Kiai Konang bukanlah orang sembarangan, namun mereka tak pernah membayangkan kalau Kiai Konang betul-betul amat sakti dan bisa menggertak para jagoan desa yang amat kejam terhadap warga desa dan para pedagang. Mereka pun semakin hormat kepada Kiai Konang.

 Namun ketenangan pasar di timur Bengawan Solo itu tidaklah berlangsung lama. Rupanya para jagoan desa itu berani menindas siapapun yang mencoba menghalangi niat mereka karena mendapat perlindungan tokoh sakti yang bernama Kiai Anggaspati. Jauh sebelum Kiai Konang menetap di timur Bengawan Solo, di sekitar daerah lereng barat Gunung Lawu nam Kiai Anggaspati sudah amat terkenal. Bukan karena kebaikannya, tetapi terkenal kekejamannyadan kebingisannya.

 Mendengar ada tokoh sakti yang menjadi pelindung para warga di daerah timur Bengawan Solo dari para anak buahnya, Kiai Anggaspati yang selama ini merasa paling sakti tak terkalahkan menjadi mendidih darahnya. Dia tak ingin ada orang lain yang menyaingi dirinya. Maka sebelum tokoh baru itu menjadi besar harus segera dilenyapkan dari muka bumi. Dan untuk tugas itu, Kiai Anggaspati yang langsung bertindak sendiri. Jadilah pagi itu seluruh warga di timur Bengawan Solo dan para pedagang di pasar menjadi sangat ketakutan ketika mulai mengamuk menuju jalan di sepanjang desa.

 “Celaka, Kiai Konang. Para jagoan desa yang kemarin Kiai usir, kini datang dengan pelindung mereka, Kiai Anggaspati…!” lapor para warga kepada Kiai Konang.

 “Siapa, Kiai Anggaspati itu?”

 “Seorang tokoh sakti yang selama ini menjadi pelindung para penjahat, Kiai. Dia terkenal amat kejam dan konon tak bisa mati karena tubuhnya kekal dari aneka senjata tajam” lanjut para warga desa lagi.

 Kiai Konang pun sebagai bekas perwira Majapahit tak mungkin bisa tinggal diam melihat ketidakadilan dan kesewenang-wenangan merajalela di depan matanya.

 “Baik, tenangkan hati kalia. Aku sendiri yang akan menghadapi Kiai Anggaspati…” jawab Kiai Konang dengan bersungguh-sungguh dan bersegera menyongsong kedatangan Kiai Anggaspatisendirian. Sebentar lagi tubuh Kiai Konang sudah tak nampak lagi bayangannya.

 “Bukan main.Kiai Konang memang benar-benar sakti. Kali ini Kiai Anggaspati akan ketemu lawan yang sepadan” kata seorang warga penuh semangat.

 “Benar. Kita doakan Kiai Konang bisa mengatasi keganasan Kiai Anggaspati, sehingga hidup kita pun akan tenang” sambung warga desa yang lain.

 Warga desa pun sepakat  menyusul untuk mengetahui perkembangan yang terjadi. Dalam hati mereka tidak tega Kiai Konang menyongsong bahaya sendirian demi melindungi desanya.

 Kedua tokoh sakti  itu sudah saling berhadapan. Di luar dugaan Kiai Anggaspati yang terkenal dengan kebengisannya, dia tidak main keroyok untuk melawan Kiai Konang.

 “Kalian jangan ikut campur, ini adalah perkelahianku. Kalian lihat saja bagaimana aku menghancurkan pengembara yang akan jadi pahlawan ini”! kata Kiai Anggaspati kepada para pengikutnya.

  Perkelahian hidup dan mati antara kedua tokoh sakti itu pun tak terelakan lagi. Wajah bengis Kiai Anggaspati tampak semakin menyeramkan  bagai raja iblis turun dari neraka ketika dia mulai mengeluarkan senjata andalannya, sebuah kapak berukuran raksasa yang tampak berkilat-kilai terkena sinar matahari.

  Sebaliknya Kiai Konang hanya meloloskan sebuah cambuk yang selam ini melilit di pinggangnya. Sebuah cambuk yang berbunyi bila dilecutkannya. Warga desa pun menjadi amat cemas ketika Kiai Konang hanya bersenjatakan sebuah cambuk untuk melawan keganasan senjata kapak Kiai Anggaspati.

 Warga desa yang tidak paham ilmu kesaktian tidak mengetahui kedahsyatan cambuk di tangan kiri Kiai Konang. Hanya Kiai Anggaspati sendiri sebagai orang yang berilmu tinggi yang bisa merasakan kekuatan tersembunyi sendiri dibalik bunyi lecutan cambuk yang hampir tak terdengar itu. Dia yakin lecutan cambuk di tangan kiri Kiai Konang itu mampu membelah batu sebesar kerbau, maka Kiai Anggaspati pun tak beran gegabah menyongsong lecutan cambuk Kiai Konang.

 Begitulah perkelahian antara dua orang sakti itu pun berlangsung amat dahsyatnya. Para warga dan para pengikut Kiai Anggaspati pun terus mengikuti jalannya adu kesaktian antara dua orang berilmu itu. Namun sampai matahari mulai condong ke barat belum ada tanda-tanda siapa yang kalah dan siapa yang menang. Kapak maut Kiai Anggaspati tetap dengan ganas menyambar mencari kelengahan Kiai Konang. Namun sebaliknya Kiai Konang dengan tangkas senantiasa menghindari sabetan kapak maut itu, dan berbalik mengurung pertahanan Kiai Anggaspati dengan senjata cambuknya yang penuh dengan himpunan tenaga sakti Kiai Konang.

 Akhirnya setelah matahari hampir terbenam, kedua orang sakti itu pun sepakat mengakhiri perkelahian hidup dan mati itu dengan mengadu ilmu pamungkasnya masing-masing. Sejenak keduanya tampak membaca mantera sakti dan sekejap berikutnya yang terdengar adalah ledakan dahsyat akibat benturan puncak ilmu kesaktian Kiai Anggaspati dan Kiai Konang.

 Akibat benturan ilmu pamungkas itu, tubuh Kiai Anggaspati terlempar keras kebelakang dan membentur pohon besar yang seketika tumbang. Kiai Anggaspati pun tak bergerak lagi tubuhnya. Semantara Kiai Konang akibat benturan ilmu itu hanya terhurung-huyung ke belakang dan kemudian jatuh terduduk dan mulai meditasi memulihkan diri. Semua pengikut Kiai Anggaspati menjadi ternganga dan tak percaya melihat kesudahan dari perkelahian itu. Mereka seolah tak percaya, pimpinan mereka yang mereka anggap sebagai orang sakti tak terkalahkan, harus mengalami nasib buruk di tangan seorang pengembara yang tak terkenal. Serentak mereka kabur menyelamatkan diri menghindari amukan warga yang mempunyai pelindung orang sakti itu.

 Kiai Konang kemudian bangkit berdiri mendekati sosok Kiai Anggaspati yang nampak tak bergerak itu. “Jantungnya masih berdetak walau amat lemah, kalau tidak ditolong dia akan mati” kata Kiai Konang didalam hatinya.

 Sejenak Kiai Koanag merasa ragu, namun kemudian meminta bantuan warga untuk memasukkan tubuh Kiai Anggaspati ke dalam sendang.”Apakah Kiai Konang bermaksud menolongnya?! Apakah tidak berbahaya Kiai?” tanya warga desa tak mengerti.”Tidak, Meskipun dia dapat hidup lagi, namun dia sudah tidak berbahaya lagi. Semua ilmu kesaktiannya sudah punah” lanjut Kiai Konang meyakinkan warga.

 Para warga desa pun tak hendak bertanya lagi. Mereka percaya sepenuhnya kepada Kiai Konang. Dan tubuh Kiai Anggaspati pun segera dimasukkan ke dalam sendang. Keajaiban pun terjadi, Kiai Anggaspati pun mulai siuman. Namun separti kata Kiai Konang, Kiai Anggaspati sudah kehilangan kesaktiannya dan tak mungkin menebarkan teror ketakutan lagi bagi warga desa.

   Berkat Kiai Konang, warga desa di sebelah timur Bengawan Solo itu bisa diselamatkan dari teror dan amukan Kiai Anggaspati dan para pengikutnya. Maka untuk mengormati jasa-jasa Kiai Konang itu, para warga di sebelah timur Bengawan Solo itu sepakat untuk menamakan mereka dengan nam Desa Konang yang lama kelamaan karena pengucapan berubah menjadi Bekonang.
Sumber: endarsaja.blogspot.com




1 komentar:

  1. Selamat sore, mohon maaf kak, apakah saya boleh mengetahui penulis sejarah bekonang? untuk tugas mencari unsur ekstrinsiknya, saya membuthkan data penulis. terima kasih :) balasan anda akan sangat membantu

    BalasHapus

Asal Usul Bekonang